Sumber
gambar : www.conradlutheran.org
|
Saat makan siang bersama teman kantor
saya, seorang bapak beragama Katolik, saya bertanya kepadanya,"Bapak
tiap minggu ke Gereja ya?". Dia menjawab,"Ngga pernah.
Hanya anak-anak saya saja yang ke Gereja. Itupun anak pertama dan
ketiga saja, anak kedua ngga."
Saya bertanya lagi,”Jadi, sama sekali
ga pernah ke Gereja?” Ia menjawab,”Ya.., saya ke Gereja kalau ada
acara tertentu saja, misalnya anak saya nyanyi di Gereja, saya
sebagai orangtuanya harus datang dong, untuk memberi dukungan.
Selebihnya, biasanya saya hanya ke Gereja pada waktu natal saja.”
Teman saya ini menjawab dengan begitu
percaya diri, tanpa rasa bersalah. Baginya semua agama itu sama saja.
Agama hanya untuk mengajarkan kebaikan.
Beberapa tahun yang lalu, kami berada
dalam satu ruangan di kantor, karena ruangan dia sebelumnya sedang
dirombak untuk keperluan lain, jadi sementara, dia ditempatkan di
ruangan saya. Saat itu, entah kenapa, dia banyak bertanya tentang
kekristenan kepada saya, dan saya memberikan cukup banyak penjelasan,
meskipun dia tetap berkeyakinan semua agama itu sama. Ia juga
menceritakan tentang mama-nya, seorang penganut ajaran Sai Baba yang
sangat taat, bahkan beberapa kali ke India untuk mendengar langsung
ajarannya. Teman saya ini juga pernah ikut kesana.
Satu kali ia meminta sebuah buku
kristen kepada saya. Saya bingung memberikan buku apa, karena saya
tidak memiliki banyak buku kristen dan buku kristen yang saya miliki
juga kebanyakan tentang doktrin yang menurut saya belum bisa untuk
dibaca olehnya. Akhirnya, saya memberikan dia sebuah buku renungan
selama setahun yang saya dapatkan dari Gereja. Saya tidak tahu apakah
ia membaca buku tersebut sampai habis atau tidak. Saya pernah
menanyakan beberapa hari setelah ia menerima buku tersebut, apakah ia
membacanya atau tidak. Dia mengatakan membacanya. Tapi setelah itu,
saya belum pernah menanyakannya kembali, karena tidak lama kemudian
ia pindah kembali keruangannya sendiri dan kami sudah jarang bicara
lagi tentang kekristenan dan saya sendiri lupa kalau pernah
memberikan sebuah buku padanya.
Saat makan siang beberapa waktu yang
lalu, kami bertemu di dapur/pantry kantor, dan saat itulah saya
bertanya pertanyaan di atas. Setelah dia menjawab tidak pernah ke
Gereja, saya juga bertanya kepadanya, apakah dia berdoa? Dia menjawab
“tidak pernah”. Dia bercerita, dahulu mamanya yang seorang
penganut Sai Baba, pernah mengatakan kepadanya,”Kamu harus berdoa.
Silakan ikuti agama yang mana saja, itu tidak masalah asal kamu
yakin, tapi kamu harus berdoa.” Tapi, ia juga tidak berdoa.
Lalu saya bertanya lagi,”Apakah bapak
percaya Tuhan?” Dia menjawab,”Ya, saya percaya Tuhan. Tapi Tuhan
itu bisa ditemukan di semua agama. Semua agama itu sama dan hanya
mengajarkan kebaikan”. Dia tidak suka dengan agamanya yang
menyatakan dirinya paling benar.
Kemudian saya bertanya,”Apakah bapak
percaya dengan ajaran Sai Baba?”. Dia menjawab, bahwa dia sangat
mengagumi ajaran Sai Baba. Saat dahulu ketika ia ke India bersama
orantuanya untuk mendengar ajaran Sai Baba, dia sangat kagum dengan
kehidupan Sai Baba. Sai Baba baginya adalah seorang yang sangat
sederhana, bahkan katanya, saat itu Sai Baba datang hanya dengan
menggunakan mobil buatan India yang murah, sama sekali tidak
menonjolkan kekayaan atau hidup yang glamor, tidak seperti banyak
pemimpin agama sekarang yang suka pamer, termasuk pendeta-pendeta
masa kini. Sai Baba juga mengajarkan tentang kedamaian dan sangat
berkarisma, sehingga pengikutnya sangat banyak di berbagai negara.
Dia mengatakan, meskipun Sai Baba sudah meninggal dunia pada 24 April
2011 lalu, namun hingga kini pengikutnya masih tetap setia.
Tidak lama kemudian seorang teman lain
masuk ke pantry juga, sementara kami sudah selesai makan. Akhirnya
pembicaraan kami terputus.
Ketika saya memikirkan tentang
penginjilan, saya teringat dengan pembicaraan ini. Ironis sekali,
bahkan ketika kita sibuk memikirkan untuk orang-orang yang belum
mengenal Tuhan, kita sering lupa dan mengabaikan orang disekitar kita
yang sepertinya beragama dan percaya Tuhan, namun hatinya tidak
terisi oleh pengenalan yang benar akan Tuhan.
Saya juga termenung tentang apa yang
dicari banyak manusia di muka bumi ini. Percaya atau tidak, meskipun
banyak yang mengaku tidak percaya Tuhan, namun banyak dari mereka
yang sebenarnya merindukan satu sosok yang bisa mereka percayai bisa
menyelamatkan mereka, bisa menolong hidup mereka, bisa menjadi
pendengar untuk curahkan hati dan melihat tetesan airmata mereka.
Saya adalah seorang penulis blog, meskipun tidak terlalu aktif, namun
saya bisa melihat perkiraan hati para pembaca blog saya (para pemilik
blog mungkin mengerti yang saya maksudkan), saya terkadang termenung,
banyak dari mereka yang mengalami kehampaan dan kerinduan akan Tuhan
yang bisa mengisi kekosongan dan kehampaan hati mereka.
Sai Baba adalah seorang yang menyatakan
dirinya sebagai tuhan, bahkan pernah mengaku sebagai Yesus.
Pengikutnya percaya dia bisa melakukan banyak mujizat. Kepada teman
saya, saya pernah menjelaskan dan menunjukkan cara Sai Baba melakukan
mujizatnya, itu semua hanya tipuan. Tapi, teman saya tetap menganggap
Sai Baba sebagai seorang pemimpin agama sejati karena
kelemahlembutannya dan pengajarannya tentang kasih dan perdamaian, ia
tidak begitu peduli dengan mujizatnya.
Apa yang dicari oleh orang-orang
seperti teman saya ini? Mereka tetap merindukan sosok yang lemah
lembut, penuh kasih, cinta damai, bukankah itu semua terdapat pada
diri Yesus. Jika mereka bisa menerima tokoh-tokoh lain yang
mengajarkan kelemahlembutan, penuh kasih dan cinta damai, bukankah
seharusnya mereka juga bisa menerima Yesus? Dimana kesalahannya?
Mereka yang menolak Yesus atau sebenarnya kitalah yang tidak mau
memberitakan tentang Yesus kepada mereka.
Kita yang mengaku sudah mengenal dan
percaya Yesus, seringkali lengah dan tidak peduli dengan orang-orang
di sekitar kita yang belum benar-benar mengenal Tuhan. Kita suka dan
sering mendengar kotbah tentang penginjilan, namun kita begitu tidak
peduli dengan penginjilan. Bukankah penginjilan kita sebut sebagai
Amanat Agung Tuhan Yesus, namun kita banyak terpaku mengisi injil
untuk diri sendiri dan lupa untuk membagikannya. Kita biasa berkata
Halleluya, puji Tuhan, tapi lupa membagikan kabar sukacita itu. Jika
kamu yakin hatimu sudah terisi dengan kebenaran Tuhan, mengapa kamu
tidak membagikannya.
Mungkin, mereka Bukan Menolak Yesus,
tapi Kita yang Tidak Memberitakannya.
Comments
Post a Comment