Skip to main content

Mengampuni

Hari ini, Kamis, 27 November 2008 saya mengalami kejadian yang cukup membuat saya merenung. Hari masih pagi belum juga jam 09.00 saya mengalami dua kejadian yang bisa dikatakan serupa tapi tak sama. Saat itu saya dalam perjalanan menuju ke kantor, dipertengahan jalan setelah melewati underpass di wilayah Tanah Abang dan memasuki jalan layang jatibaru, saya hampir saya di serempet mobil yang masuk dengan tiba-tiba dari luar jalur dan dengan kecepatan tinggi, sementara saya sendiri sedang dalam kecepatan 60 km/jam. Saya sempat membunyikan klakson berkali-kali tetapi tdak dihiraukan dan saya terpaksa mengerem dengan tiba-tiba.

Karena kesal saya mengejar mobil tersebut dan membelokkan spionnya. Pengemudinya marah dan mengejar saya. Akhirnya saya hanya meneriakkan “liat-liat kalo mau masuk jalur orang!” dan kemudian saya tinggalkan. Setiba dikantor masih sekitar jam 07.30, saya kemudian merenung. Untuk apa sih saya sebenarnya merasa kesal dan marah pada pengemudi tersebut? Saya teringat kepada Tuhan yang mengajarkan mengenai mengampuni. Akhirnya saya berdoa di kantor memohon pengampunan Tuhan dan mengampuni orang yang hampir menyerempet saya. Meskipun ada perasaan kesal saya harus belajar untuk mengatasinya.

Kejadian kedua, jam 08.30 saya harus keluar kantor kembali karena akan menemui seseorang di lokasi yang hanya sekitar 10 menit dari kantor saya. Saya mengendarai motor dengan cukup hati-hati karena baru saja mengalami kejadian yang mengejutkan. Karena baru pertama kali ke tempat itu, saya hampir kelewatan gedung tempat saya harus bertemu. Gedung tersebut di seberang jalan dan saya harus memutar balik.

Saya menghentikan motor saya di pinggir jalan dan menunggu jalan cukup sepi. Setelah saya lihat sepi dan hanya ada beberapa motor yang agak jauh dan berjalan lambat, sayapun mengambil inisiatif menjalankan motor saya. Rupanya tepat saya memutar, ada pengendara yang kurang hati-hati, bukannya mengerem, ia justru tancap gas. Ia jatuh tepat di samping saya, meskipun tidak mengenai saya atau motor saya. Sayapun berhenti.

Seorang satpam gedung mendatangi saya dan meminta saya untuk menanyakan keadaan orang yang jatuh tersebut dan itu memang yang akan saya lakukan. Ternyata ia seorang wanita. Mungkin karena gugup melihat saya yang berbelok, ia bukannya mengerem, tapi justru menginjak gas. Saya turut merasa bersalah karena kejadiannya tepat di dekat saya dan pas pada saat saya berbelok.

Wanita itu tidak apa-apa, hanya saya spion motornya patah. Saat itu saya tidak membawa banyak uang, tapi saya harus bertanggung jawab. Saya bermaksud untuk mengganti kerusakan spionnya, tetapi ia menolak, ia katakan tidak apa-apa. Sesaat saya heran dan saya tanyakan sampai berkali-kali bahwa saya akan mengganti kerusakan motornya, tapi ia tepat menjawab tidak usah. Akhirnya saya hanya mengucapkan terima kasih.

Dua kejadian ini membuat pikiran saya jadi bingung. Ada apa dengan hari ini? Masih pagi saya sudah mengalami dua kejadian yang tidak menyenangkan. Tetapi kemudian ini menyadarkan saya bahwa saya harus dapat mengendalikan emosi saya ketika mengalami suatu peristiwa seperti kejadian pertama atau kejadian-kejadian lainnya. Wanita yang terjatuh dari motornya tidak mempersalahkan saya sama sekali, entah karena dia juga merasa bersalah atau karena dia tidak mau memperkeruh masalah, atau dia saat itu sudah mengampuni kesalahan saya.

Disinilah saya mulai menyadari, pengampunan itu sangat besar artinya. Melalui dua peristiwa ini Tuhan mengingatkan saya untuk kembali belajar mengampuni dan mengendalikan emosi diri sendiri. Ada sukacita ketika kesalahan seseorang diampuni, terutama ketika kesalahan dan dosa-dosa kita diampuni oleh Tuhan.

Akhirnya ketika saya sedang menunggu orang yang akan saya temui, saya hanya berdoa memohon pengampunan Tuhan dan bersyukur kepadaNya atas dua peristiwa yang terjadi hari ini.

Terpujilah Tuhan.

Comments