Beberapa hari yang lalu saya sedang berbincang-bincang dengan seseorang yang sudah lama saya kenal. Pembahasan kami seputar hubungan keluarga (suami-istri). Sampai pada satu kalimat yang saya sampaikan, suasana menjadi agak memanas. Berikut kira-kira percakapannya.
Saya : Tapi ternyata Tuhan juga mengijinkan terjadinya perceraian.
Teman : (Tersentak dan kaget) Dapat darimana kamu pengajaran seperti itu?
Saya : Dari Alkitab.
Teman : (Dia sepertinya tidak terima) Alkitab tidak pernah mengajarkan seperti itu. Itu bukan ajaran Alkitab.
Saya : Itu tertulis di Alkitab dan itu adalah perkataan Yesus sendiri.
Teman : (semakin emosi) Yesus tidak pernah mengatakan seperti itu, mana ayatnya? Yang benar adalah apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak bisa dipisahkan manusia. Itu yang diajarkan oleh Gereja.
Saya : Saya tidak ingat ada di injil apa, tapi coba saya cari dulu.
Sayapun membuka Alkitab dari injil Matius dan menemukan Mat 5:31-32. Saya bacakan ayat ini.
Telah difirmankan juga : Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi aku berkata kepadamu : Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah. (Mat 5:31:32)
Saya | : Sudah jelaskan bahwa Yesus tidak mengijinkan perceraian kecuali karena zinah. |
Teman : Kamu sembarangan mengartikan, ayat itu tidak bisa diartikan seperti itu. Kamu harus melihat konteksnya dulu.
Saya : Saya hanya mengatakan ulang ayat tersebut bahwa Yesus-pun mengijinkan perceraian karena zinah. Ayat itu sudah jelas, kenapa harus pakai lihat konteksnya.
Teman : Iya, karena nanti salah, lihat dulu itu ditulis pada jaman apa. Coba baca juga Alkitab bahasa Inggrisnya.
Saya pun mengambil Alkitab berbahasa Inggris yang saya miliki dan membuka ayat tersebut, dan membacakannya, ternyata isinya sama saja.
Saya | : Ini sudah jelas tertulis di Alkitab, kenapa harus tidak percaya. |
Teman : Yesus tidak pernah mengajarkan seperti itu, Gereja juga tidak pernah mengajarkan seperti itu, kamu harus konsultasi dulu dengan pendeta bla..bla..bla (nama di edit) atau hamba Tuhan bla..bla..bla.. (nama di edit) mereka tidak pernah mengajarkan seperti itu.
Sampai disini saja saya tulisan percakapan ini, karena cerita selanjutnya, apapun yang saya katakan berdasarkan Alkitab, saya hanya dianggap sebagai orang yang sudah menerima ajaran yang salah, meskipun ia tidak bisa menjelaskan dimana kesalahannya.
Mari kita masuk pada intinya, sesuai dengan judul diatas.
Setiap kita yang mengaku diri sebagai kristen, ketika ditanya apakah standar kebenaran kita?, sebagian besar pasti menjawab “Alkitab”. Jika kita mengakui standar kebenaran adalah Alkitab, seharusnya kita mengakui bahwa apa yang tertulis di dalam Alkitab adalah benar. Tapi pada kenyataannya, ketika timbul suatu persoalan, contoh seperti percakapan diatas. Ada seseorang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dari pengajaran yang biasa kita terima di Gereja mengenai pernikahan dan perceraian. Meskipun ia mengatakannya berasal dari Alkitab dan ditunjukkan ayatnya, perkataannya akan ditolak, dan bukan hanya itu perkataan Alkitab-pun akan di tolak.
Saya jelaskan sedikit percakapan diatas. Satu kali pun saya belum pernah mendengar dari atas mimbar gereja yang mengatakan bahwa Tuhan mengijinkan terjadinya perceraian. Yang banyak dibahas adalah apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak bisa dipisahkan manusia. Ayat ini sudah tidak asing lagi buat kita. Dan ayat ini ditafsirkan bahwa Tuhan tidak pernah mengijinkan perceraian. Di luar itu, yang ada dibahas adalah perceraian pada jaman Musa yang diijinkan Tuhan karena kekerasan hatimu maka Musa mengeluarkan surat cerai. Inipun diartikan sebagai Tuhan tidak pernah mengijinkan perceraian. Inilah yang kita percayai selama ini sebagai sebuah kebenaran.
Saya kira sebagian besar orang yang membaca percakapan diatas mungkin akan mempersalahkan saya yang menyatakan bahwa Tuhan masih mengijinkan terjadinya perceraian, tanpa terlebih dahulu memperhatikannya dengan baik-baik. Ayat tersebut sudah cukup jelas bahwa Tuhan tidak mengijinkan perceraian kecuali karena zinah. Saya bisa saja memberikan ayat-ayat pendukung lainnya, tapi saat percakapan itu berlangsung, saya tidak menunjukkan ayat lainnya, karena memang saya lupa da dimana ayatnya. Setelah percakapan itu baru saya coba mencari kembali ayat-ayat pendukung lainnya dan itu memang ada. Jadi siapakah yang benar dan yang salah? Anda pikirkan sendiri.
Kita sebagai umat kristen terlalu terbiasa hanya membanggakan kotbah-kotbah dari pendeta atau hamba Tuhan yang kita kagumi termasuk gereja kita sendiri. Pengajaran yang diberikan diatas mimbar, seolah-olah merupakan sebuah kebenaran yang mutlak. Jarang sekali ada orang yang bersikap kritis, mau mengkoreksi kesalahan-kesalahan dalam kotbah-kotbah gereja-nya. Bahkan sama sekali tidak sadar adanya kesalahan yang disampaikan. Yang ada justru kotbah diatas mimbar gereja lain yang disalahkan.
Tidak mengherankan memang, karena sebenarnya banyak dari antara kita datang gereja tertentu bukan bertujuan mencari kebenaran, bukan untuk belajar, tetapi mencari penghiburan, kenyamanan dan kecocokan.
Bagaimana dengan ajaran-ajaran lain di luar gereja? (maksud saya tetap dalam hubungannya dengan kekristenan tapi yang bukan diberitakan di mimbar). Intinya akan tetap sama. Seseorang yang hanya mencari penghiburan, kenyamanan dan kecocokan untuk dirinya sendiri, pasti akan langsung menerima pengajaran yang memang menghibur, memberi kenyamanan dan cocok dengan hatinya. Ia tidak lagi melihat kebenarannya, tetapi pengajaran yang seperti itu justru yang dianggap sebagai sebuah kebenaran, sekalipun Alkitab dengan sangat jelas menunjukkan kesalahannya.
Ketika mendengar sebuah pengajaran yang berbeda, yang mengusik apa yang selama ini cocok dengan dirinya, ia akan mulai menentangnya. Bahkan dengan berbagai alasan, tidak terkecuali mempersalahkan Alkitab, meskipun itu dilakukan secara halus dengan berbagai argumen. Karena, siapa sih orang kristen yang berani terang-terangan mengatakan Alkitab salah? Paling juga hanya mengatakan yang membacanya yang salah mengerti, salah mengartikan, salah menafsirkan, dll.
Jika yang mengatakan pengajaran yang berbeda itu hanyalah seorang manusia biasa, bukan lulusan sekolah teologi, bukan pendeta, bukan penginjil, melainkan hanya orang biasa yang terkadang kehidupannya tampak sangat duniawi, maka ia akan langsung di cap sesat atau sudah disesatkan, sekalipun yang dikatakannya benar-benar dari Alkitab tanpa ditambah atau dikurangi.
Alkitab tidak lagi menjadi standar kebenaran kita, apa yang cocok dengan diri kitalah yang dijadikan standar kebenaran kita. Tidak heran ketika seseorang mendengar sesuatu yang berbeda dari Alkitab dengan yang dipercayainya selama ini, ia akan dengan berbagai alasan mencari kesalahan Alkitab, meskipun tidak terang-terangan.
Cobalah untuk memahami Alkitab, dan bukan menafsirkannya, belajarlah dan jadilah murid Yesus. Bukankah itu yang selalu diagung-agungkan sebagai amanat agung Yesus. Jadikanlah segala bangsa muridKu. Jangan merasa bangga diri sudah menjadi anak Tuhan. Jangan-jangan anda sama sekali tidak pernah menjadi anak Tuhan, tapi anda hanya merasa saja.
Yesus mau kita menjadi murid, karena Ia mau kita belajar dan mencari kebenaran. Ia mau kita haus akan kebenaran itu. Urusan menjadi anak Tuhan bukanlah urusan kita. Itu adalah urusan Yesus. Bisakah seorang anak mengangkat dirinya sendiri menjadi anak si A atau si B tanpa diputuskan oleh si A atau si B tersebut? Jadi, jangan terlalu terbiasa dan bangga menyebut diri anak Tuhan, sementara Yesus mengatakan “Aku tidak mengenal siapa Engkau!”.
Belajarlah baik-baik, carilah Kerajaan Sorga dan kebenarannya, hauslah akan kebenaran, Maka Yesus pasti akan memberikannya. Bukankah Ia berkata “Mintalah maka engkau akan menerima, carilah maka
engkau akan mendapat, dan ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Jadi mintalah kebenaran itu kepada Yesus, maka engkau akan menerimanya, carilah kebenaran itu maka engkau akan mendapatkannya, dan ketuklah pintu hati Tuhan, maka Ia akan membukakan kebenaran itu untuk kita. Alkitab akan tetap menjadi standar kebenaran kita.
Comments
"Kenapa boleh menceraikan isterimu karena zinah?"
Jawabannya cuma satu:
"Karena ketegaran hatimu."
kutipan :
"Telah difirmankan juga : Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi aku berkata kepadamu : Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah. (Mat 5:31:32)"
artinya siapapun yg menceraikan suami/istri krn bukan karena zinah maka diartikan zinah, alias keluarga yg harmonis tahu2 cerai, mk mereka disebut zinah.
jd patokannya krn diri kita sendiri.
Post a Comment