Saat natal, banyak Gereja yang menghias
gedung-gedung gerejanya dengan begitu meriah. Bermacam hiasan natal
mengisi gedung-gedung ini, tidak lupa dengan pohon natal dan
lampu-lampunya. Banyak yang merayakannya dengan begitu gembira, dan
didukung suasana yang ceria dan lagu-lagu natal yang begitu
bersemangat.
Tapi, setiap kali natal, saya hanya
teringat dengan kelahiran Yesus yang lahir disebuah kandang domba,
Yesus yang dibaringkan di palungan (tampat makan/minum domba), dan
suasana yang sepi tanpa kehadiran siapapun, meskipun tidak lama
kemudian datang para gembala yang mendengar berita natal dari
malaikat.
Haruskah dirayakan dengan meriah? Kalau
saya harus menjawab ini, saya katakan bahwa saya tidak menyukai
hiasan yang terlalu meriah. Saya lebih suka yang sederhana saja, agar
jemaat yang hadir tidak mengagumi keindahan gedung, tapi lebih fokus
mendengarkan kotbah natal.
Haruskah natal dirayakan dengan begitu
meriah? Ketika berita natal disampaikan oleh malaikat, para gembala
diminta untuk bersukacita, karena malaikat tersebut membawa kabar
berita sukacita. Para malaikat sorga menyanyi memuji Tuhan. Para
gembala yang tadinya ketakutan, kini dengan sukacita mendatangi
tempat kelahiran Yesus.
Sukacita, apakah itu berarti harus
dirayakan dengan meriah? Ketika para gembala tiba ditempat kelahiran
Yesus, mereka hanya datang ke kandang domba, bukan rumah yang ditata
dengan meriah. Tidak ada larangan untuk merayakan natal dengan
meriah, namun bagi saya adalah sangat disayangkan jika harus
merayakan natal dengan kemeriahan yang berlebihan. Mengenang
kelahiran Yesus tidak memerlukan biaya. Dia yang turun ke dunia tidak
disertai kemewahan. Kehidupannya bukanlah kehidupan yang serba
meriah. Tempat untuk meletakkan kepalaNyapun tidak ada. Di akhir
kisah hidupnya didunia, Ia harus menanggung hukuman yang berat.
Cambukan, salib, tusukan tombak dilambungnya, apakah itu harus kita
rayakan dengan kemeriahan?
Tapi natal kan merayakan kelahirannya,
bukan kematiannya? Natal bukan sekedar untuk mengenang kelahiranNya,
tapi kerelaanNya datang dengan meninggalkan segala kemuliaanNya, dan
kesiapanNya menanggung salib diakhir perjalananNya sebagai manusia.
Kita bersukacita karena kerelaan dan pengorbananNya, bukan karena
menyambut kedatanganNya seperti seorang bayi yang baru dilahirkan.
Ketika hadir ke gedung gereja yang
dihias dengan meriah, banyak jemaat yang lebih sibuk mengagumi gedung
tersebut. Lalu setelah pulang dan menceritakan kembali, lebih banyak
yang menceritakan gedung yang meriah itu daripada kenangan akan
hadirnya Yesus ditengah-tengah kita.
Bolehkah merayakan natal dengan meriah?
Tidak ada larangan untuk itu, namun saya lebih suka memikirkan Dia
yang datang dalam kesederhanaan dan pengorbanan.
Selamat Natal 25 Desember 2012
Comments
Post a Comment