Ulang Tahun Pernikahan Kami yang Ke 13
13 tahun sudah kami menjalani hidup pernikahan,
sebuah keluarga kecil yang dimeriahkan dengan dua orang anak perempuan. Banyak liku-liku
yang kami hadapi, namun Tuhan tetap menyertai pernikahan ini.
Satu keunikan dalam ulang tahun pernikahan
kami yang ke 13 ini, ulang tahun kali ini bertepatan dengan kami mengikuti
Retreat Keluarga yang diadakan oleh GRII Buaran. Ketika mendaftar untuk Retreat
ini, kami sama sekali tidak ingat kalau itu bertepatan dengan ulang tahun
pernikahan kami. Retreat Keluarga ini diadakan pada tanggal 26 – 28 Juni 2017,
dan ulang tahun pernikahan kami jatuh pada tanggal 26 Juni.
Saya baru menyadari, acara ini bertepatan
dengan ulang tahun pernikahan kami, kira-kira 2 minggu sebelum acara Retreat berlangsung.
Sempat terpikir oleh saya untuk membuat kejutan buat istri saya di acara ini,
namun saya tidak tahu seperti apa dan takut mengganggu acara yang sudah
ditetapkan panitia.
Tapi, nyatanya, kami justru mendapatkan
banyak kejutan dalam acara Retreat ini untuk pernikahan kami. Bukan kejutan yang
benar-benar spesial untuk kami, tapi kejutan pengajaran tentang pernikahan.
Kami kembali diingatkan dan diajarkan tentang tujuan pernikahan.
Melalui Retreat ini, kami dan seluruh
peserta Retreat, belajar kembali tentang fondasi pernikahan, prinsip pernikahan
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta tujuan pernikahan yang
ditetapkan oleh Tuhan.
“Grow in God’s Grace”, itulah tema Retreat
Keluarga ini. Retreat ini dibawakan oleh Pdt. Thomy Matakupan, Vik. Calvin
Bangun dan Vik. Mercy Matakupan.
Dalam Retreat ini kami diingatkan kembali
bahkan mendapatkan hal-hal baru yang selama ini belum pernah kami dengar.
Pernikahan adalah inisiatif Tuhan, bukan
manusia. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa
Tuhan (Kej 1:27). Laki-laki dan perempuan diciptakan Tuhan berbeda, namun
keduanya menggambarkan rupa Tuhan. Laki-laki digambarkan bersifat Realistik,
Logis, Utuh dan Global, sementara perempuan digambarkan bersifat Idealistik,
Intuitif dan Detail. Meskipun berbeda, namun keduanya memiliki gambar dan rupa
Tuhan.
Sebab
itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi
yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan Jemaat. (Efesus 5 : 31-32)
Rahasia ini besar? Saya sudah sering
membaca ayat Efesus ini. Rahasia ini besar, itulah kalimat yang sulit untuk
saya mengerti. Selama ini yang saya pahami mengenai gambaran Kristus dan Jemaat
tentang hubungan suami isteri adalah Kristus sebagai kepala, maka suami pun
berperan sebagai kepala. Jemaat, sebagai pengikut Kristus yang memiliki
ketaatan, maka isteri pun demikian terhadap suaminya. Di ayat yang ke 33
dikatakan : Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku : Kasihilah
isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.
Ayat 33 sudah cukup menjelaskan hubungan
suami isteri dalam hal hubungan Kristus dan Jemaat. Ini bukanlah sebuah rahasia
besar dan tidak sulit untuk dimengerti. Lalu apa Rahasia Besarnya? Inilah yang
selama ini tidak saya mengerti namun juga sering saya abaikan, karena mengira
saya sudah tahu Rahasia Besar itu.
Ternyata ada rahasia yang lebih besar
daripada itu. Pdt. Thomy Matakupan menjelaskan lebih dalam tentang Rahasia ini.
Hubungan Kristus dan Jemaat bukan sekedar hubungan saling mengasihi dan saling
menghormati, tetapi juga merupakan hubungan anugerah, sekaligus mengungkapkan kebenaran
Injil di dalamnya. Pernikahan merupakan sarana Tuhan memperkenalkan Diri dan kehendakNya
di dalam dunia. Melalui pernikahan, suami dan isteri akan menemukan kelimpahan
pengenalan akan Tuhan.
Vik. Calvin Bangun mengatakan “Pernikahan
adalah kesaksian di tengah-tengah orang tidak percaya”. Sebuah keluarga Kristen
merupakan bagian dari kehidupan Kristen. “Keluarga adalah Mercusuar Kekristenan”.
Vik. Mercy Matakupan mengajarkan bahwa Pernikahan
adalah representasi hubungan Kristus dan Jemaat. Tujuan sebuah pernikahan bukanlah
untuk mengejar kebahagiaan, namun mengejar kekudusan, menikmati kebaikan Tuhan
yang tertinggi, dan menjadi satu daging yaitu merupakan sebuah panggilan
keintiman dan ekslusif (Kej 2:25).
Mereka
keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.
(Kej 2:25)
Kata ‘Telanjang’ yang digunakan dalam ayat
ini menggunakan kata ‘Ahrom’. Ahrom
berarti : pengenalan, keterbukaan, keterikatan emosi dan rohani. Inilah yang
menjadi salah satu keunikan pernikahan Kristen.
Pernikahan Kristen adalah sebuah kehidupan
dalam Anugerah Tuhan. Setiap kita membutuhkan Anugerah Tuhan. Kita tidak hanya
diselamatkan oleh Anugerah (Saved by Grace), tetapi juga hidup di dalam
Anugerah setiap hari (Live by Grace).
Bagaimana dengan konflik didalam keluarga? Setiap
keluarga pasti pernah mengalami konflik. Suami dan isteri memiliki pengalaman,
kehidupan dan terkadang budaya yang berbeda. Semuanya ini bisa menimbulkan konflik
di dalam keluarga.
Pernikahan dari dua orang yang berbeda akan
mengundang banyak perbedaan sampai pada akhirnya. Perbedaan ini kerap menjadi
dasar konflik yang tidak berkesudahan. Tetapi kami diajarkan bahwa Tuhan
memakai konflik di dalam keluarga justru untuk menguduskan kami. Ketika terjadi
konflik, namun kami tetap saling mengasihi, itu akan memperlihatkan seberapa
besar kekuatan Kasih yang kami miliki.
Kasih dan kehidupan Tuhan didalam kehidupan
pernikahan Kristen justru ditemukan esensinya melalui pergumulan dalam
menghadapi konflik.
Kesetiaan
terhadap pasangan merupakan hal yang bersifat ekslusif. Kesetiaan ini
memerlukan kemurnian secara fisik dan kemurnian secara emosi. Selain itu juga,
kesetiaan harus terus diperjuangkan dan diusahakan dengan segenap hidup.
Till Death Set
Us Apart (Sampai Maut Memisahkan Kita)
Inilah satu
bagian yang selalui diucapkan sebagai bagian dari janji pernikahan di Gereja. Selalu
diucapkan namun jarang dibahas. Jarang dibahas karena ini mengarahkan pada
suatu kematian. Kematian adalah peristiwa yang menyedihkan. Kematian datang
dengan tiba-tiba tanpa direncanakan, kematian membawa keterpisahan antar
manusia, kematian menimbulkan duka. Mungkin itu sebabnya kematian jarang di
bahas.
Banyak orang
tidak siap ketika menghadapi hari kematian. Kematian seolah menjadi sesuatu
yang tidak menyenangkan untuk dibicarakan. Namun tidak demikian dengan
kehidupan Kristen. Kristus datang untuk menjadi terbusan bagi banyak orang.
Kristus taat sampai pada kematian, hingga akhirnya Ia bangkit dan hidup bagi
Tuhan. Kematian pada kehidupan pernikahan, bukan hanya menggambarkan kematian terhadap
kehendak dan kepentingan diri sendiri dan hidup bagi pasangan, namun juga
sampai kematian yang nyata terjadi. Disinilah pernikahan Kristen mencapai bentuk
sempurna di dalam dunia.
Terima kasih,
untuk Pdt. Thomy yang mengajarkan tentang berdamai dengan kematian dan kesaksiannya saat menghadapi kanker.
Bagaimana suatu vonis yang mengarahkan pada kematian, ketidaksiapan setiap manusia
saat menjelang kematian dan bagaimana
pada akhirnya kita semua harus belajar berdamai dengan kematian, karena dibalik
kematian ada kehidupan yang kekal.
Ini adalah sebagian dari apa yang dapat
kami ingat saat membuat catatan ini. Pernikahan Kristen adalah sebuah
pernikahan yang sangat indah. Kebahagiaan bukanlah tujuan dari pernikahan,
Pernikahan Kristen menggambarkan suatu
relasi Kristus dan Jemaat, sebuah rahasia besar yang Tuhan tunjukkan dalam
pernikahan. Pernikahan adalah untuk menguduskan kami sebagai suami isteri dan
hidup dalam anugerah Tuhan yang berkelimpahan.
Kuucapkan Kembali Janji Nikahku
Satu momen di hari kedua yang sangat berkesan buat saya dan isteri adalah, ketika kami diminta pada sesi ini hadir dengan pakaian yang rapi menggunakan Jas untuk para suami, serta gaun untuk para isteri. Awalnya saya dan seluruh peserta Retreat mungkin tidak ada yang tahu tujuan mengenakan Jas dan Gaun ini. Sampai pada akhirnya, ternyata kami diminta untuk mengingat kembali Janji Nikah yang pernah diucapkan saat pernikahan kami.
Satu momen di hari kedua yang sangat berkesan buat saya dan isteri adalah, ketika kami diminta pada sesi ini hadir dengan pakaian yang rapi menggunakan Jas untuk para suami, serta gaun untuk para isteri. Awalnya saya dan seluruh peserta Retreat mungkin tidak ada yang tahu tujuan mengenakan Jas dan Gaun ini. Sampai pada akhirnya, ternyata kami diminta untuk mengingat kembali Janji Nikah yang pernah diucapkan saat pernikahan kami.
Saya dan isteri merasa bagian ini adalah sesuatu
yang spesial untuk kami, karena bertepatan dengan peringatan pernikahan
kami yang ke 13. Dengan menggenggam tangan isteri dan dibantu oleh Pdt. Thomy
dan isteri untuk mengucapkan Janji Nikah, seluruh peserta Retreat mengucapkan
kembali Janji Nikah ini.
Janji Nikah – Suami
Hari ini, saya Judy Husin dihadapan Tuhan dan jemaat-Nya, mengambil engkau Cecilya M. Panggabean sebagai Isteriku satu-satunya dan sah serta berjanji akan mengasihimu, mendampingimu dan melindungimu dalam keadaan kelimpahan maupun kekurangan, sehat maupun sakit.
Berjanji tetap setia padamu dalam keadaan apapun sampai kematian memisahkan kita. Kiranya Tuhan menguatkan janji saya serta memampukan saya menjadi seorang suami sebagaimana layaknya seorang suami yang beriman kepada Kristus.
Cincin yang pernah kuberikan kepadamu akan tetap menjadi tanda perjanjian yang telah kuikrarkan padamu dihadapan Tuhan dan jemaat-Nya.
Janji Nikah – Isteri
Hari ini, saya Cecilya M. Panggabean dihadapan Tuhan dan jemaat-Nya, menyambut engkau Judy Husin sebagai Suamiku satu-satunya dan sah serta berjanji akan mengasihimu, mendampingimu dan melindungimu dalam keadaan kelimpahan maupun kekurangan, sehat maupun sakit.
Berjanji tetap setia padamu dalam keadaan apapun sampai kematian memisahkan kita. Kiranya Tuhan menguatkan janji saya serta memampukan saya menjadi seorang isteri sebagaimana layaknya seorang isteri yang beriman kepada Kristus.
Cincin yang pernah kuberikan kepadamu akan tetap menjadi tanda perjanjian yang telah kuikrarkan padamu dihadapan Tuhan dan jemaat-Nya.
Inilah Momen indah dimana kami bisa
mengucapkan kembali Janji Nikah kami, bukan lagi janji nikah untuk mengikat saat
kami menikah, namun janji nikah kami sebagai sebuah keluarga yang terus Tuhan
sertai hingga saat ini mencapai usia pernikahan 13 tahun lamanya. Masa depan
kami masih panjang, kiranya anugerah Tuhan tetap menyertai keluarga kami dan
kami mampu untuk menjadi sebuah keluarga yang menggambarkan hubungan Kristus
dengan jemaat-Nya.
Terima kasih kepada Pdt. Thomy Matakupan,
Vik. Mercy Matakupan dan Vik. Calvin Bangun, serta seluruh panitia Retreat
Keluarga GRII Buaran.
Grow in God’s Grace.
Terpujilah Tuhan Yesus untuk selamanya.
Judy dan Cecil.
Comments
Post a Comment