War Room, adalah film tentang konflik
keluarga, namun dalam sebuah konflik keluarga, musuh sesungguhnya
bukanlah pada suami/istri dalam keluarga tersebut, musuh utamanya
adalah Iblis. Iblis selalu berusaha merusak keluarga-keluarga
Kristen. Melalui film ini kita bisa belajar bagaimana cara mengatasi
konflik di dalam keluarga dan siapa musuh sesungguhnya. Film War Room
ini mendapatkan kritikan negatif oleh para kritikus film, namun pada
tahun 2015 mampu menjadi box office dengan pendapatan $74million
dengan modal hanya $3 million.
Menurut saya sendiri film ini sangatlah
bagus, plot cerita digambarkan dengan sederhana tentang kehidupan
sehari-hari dalam sebuah keluarga. Keributan-keributan yang terjadi
di dalam keluarga juga dimulai dengan hal-hal kecil. Film ini
menggambarkan situasi sebuah keluarga sukses namun tidak bahagia
didalamnya.
Rasa frustasi, kecewa, kebanggaan pada
diri sendiri, merendahkan pasangan sudah lama berlangsung di dalam
keluarga ini. Itu juga yang sering dan banyak terjadi pada
keluarga-keluarga Kristen saat ini. Iblis begitu gencar ingin
menghancurkan keluarga-keluarga Kristen. Di luar keluarga Kristen
mungkin kelihatan harmonis, rajin beribadah, namun didalamnya
seringkali ada konflik yang tidak diketahui banyak orang.
Cara penyelesaian konflik di dalam
keluarga pada film ini juga sangat mengesankan. Doa, itu adalah
kekuatannya. Doa itu adalah inti cerita dari film ini, dan musuh
utamanya adalah bukan manusia yang berkonflik, namun mahluk yang
selalu bersembunyi dan tidak ingin diketahui keberadaan dalam
menyerang manusia.
Film ini sangat menggugah hati,
terutama untuk Anda yang saat ini mungkin menyimpan konflik di dalam
keluarga Anda. Saya tidak tahu mengapa para kritikus film menilai
negatif tentang film ini, namun sebagai seorang yang mau
sungguh-sungguh di dalam Tuhan dan ingin menyelamatkan keluarga Anda
dari kehancuran, film ini cukup mampu memberikan kesadaran untuk
kembali kepada Yesus Kristus.
Bukan hanya tentang keluarga, namun
juga tentang kehidupan Kristen sesungguhnya. Doa adalah hal yang
seringkali diabaikan bahkan dilupakan oleh orang Kristen. Doa
dianggap hal yang tidak terlalu penting. Film ini kembali menggugah
kita betapa pentingnya kehidupan Doa di dalam kekristenan. Selain
itu, perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tapi melawan
penghulu-penghulu dan penguasa-penguasa di udara. Penghulu dan
penguasa di udara ini adalah mahluk yang tidak kelihatan oleh karena
itu senjata utama menghadapinya adalah dengan Doa. Lawanlah Iblis,
maka ia akan lari daripadamu.
War Room adalah sebuah film drama
Kristen yang hadir pada tahun 2015. Film ini di sutradarai oleh Alex
Kendrick yang sekaligus juga menjadi penulis skenario bersama dengan
Stephen Kendrick. War Room bercerita tentang konflik keluarga, sebuah
situasi yang seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Di awal film ditampilkan situasi
perang, namun bukan untuk menampilkan perang itu sendiri, tapi ini
adalah pembukaan tentang sebuah strategi perang. Perang tidak bisa
dilakukan dengan begitu saja, namun ada strategi yang harus
dipersiapkan, melihat situasi musuh, dan mengatur siasat untuk
melawan mereka. Begitu juga dengan peperangan rohani yang akan
dikisahkan selanjutnya. Masih di bagian awal ini, ada seorang
perempuan kulit hitam yang sudah tua bernama Clara (Karen
Abercrombie) berdiri depan makam suaminya, dialah yang menceritakan
tentang perang ini, dan suaminya yang bertugas mengatur strategi
perang ini.
Kisah selanjutnya menceritakan Tony
(T.C. Stallings) dan Elizabeth Jordan (Priscilla Shirer) adalah
sepasang suami-istri yang dikarunia seorang anak perempuan yang
cantik bernama Danielle. Mereka tergolong keluarga yang sukses,
memiliki rumah besar dan harta yang melimpah. Tony bekerja sebagai
Sales obat-obatan yang sukses, sementara istrinya bekerja sebegai
penjual rumah.
Meskipun Tony dan Elizabeth adalah
sebuah keluarga yang sukses, namun kehidupan rumah tangga mereka
selalu diwarnai dengan pertengkaran. Setiap kali Tony pulang ke
rumah, sudah dapat memicu pertengkaran. Kesibukan Tony sebagai
seorang Salesman juga membuatnya seringkali tidak pernah ada untuk
anaknya.
Saya menyukai bagaimana sang sutradara
menggambarkan konflik keluarga ini. Sutradara dan penulis Skenario
tidak menggambarkan sebuah konflik besar dalam rumah tangga, namun
lebih kepada masalah kecil dan sepele yang dapat memicu konflik di
dalam keluarga. Inilah yang seringkali terjadi dalam kehidupan
sehari-hari di dalam sebuah keluarga. Bahkan masalah ini tanpa sadar
membuat orangtua seringkali membuat sang anak merasa diabaikan dan
kecewa.
Elizabeth, yang seorang sales rumah,
bertemu dengan Clara yang ingin menjual rumahnya. Clara, sebagai
seorang yang sudah berusia dan cukup bijaksana, dapat melihat stres
yang dialami Elizabeth. Setelah selesai melihat-lihat rumah Clara,
Elizabeth bermaksud pulang, dan berencana akan datang kembali esok
hari untuk membahas masalah harga, namun Clara justru mengundangnya
datang lebih pagi untuk minum kopi sekaligus menunjukkan ruangan
favoritnya. “Kamu berjiwa pejuang,” kata Clara kepada Elizabeth.
Ruangan favorit Clara adalah sebuah
ruangan lemari yang sudah dikosongkan. Tidak terdapat barang apa-apa
didalamnya, namun ada tempelan-tempelan kertas di dindingnya, yang
ternyata isinya adalah doa-doa Clara, khususnya doa untuk suaminya.
Inilah yang diperlihatkan pada Elizabeth. Ruangan ini disebut oleh
Clara dengan “War Room”, yang bagi Clara ini adalah ruang Doa
sekaligus pertempuran melawan Iblis lewat Doa.
“Lalu aku benar-benar mulai
mempelajari ucapan kitab suci. Dan Tuhan menunjukkan bahwa bukan
tugasku untuk mengangkat beban berat. Itu sesuatu yang hanya bisa
dilakukan oleh-Nya. Tugasku adalah mencari-Nya, percaya kepada-Nya
dan mematuhi ajaran-Nya.” Kalimat ini diucapkan kepada Elizabeth,
namun juga menunjukkan kepada kita sebagai pengikut Yesus, tugas kita
sesungguhnya.
Elizabeth sebagai seorang Kristen,
tidak begitu rajin ke Gereja, dan memiliki kehidupan Doa yang sangat
minim. Ketika Clara bertanya apakah ia mengenal Tuhan, Elizabeth
menjawab dengan mudah ia mengenal Tuhan. Tapi ketika ditanya seberapa
sering ia berdoa dan seberapa sering ia mendoakan suaminya, Elizabeth
hanya bisa menjawab, sangat jarang.
Elizabeth mengaku tidak punya banyak
waktu untuk melakukan Doa seperti yang dilakukan Clara, namun Clara
menjawab,”Tapi kamu punya banyak waktu untuk bertengkar dengan
suamimu.”
Kisah berlanjut, Elizabeth yang awalnya
enggan membicarakan kehidupan rohani, apalagi masalah keluarganya,
akhirnya bersedia menemui Clara 1 jam dalam 1 minggu sesuai
permintaan Clara. Disinilah Clara mulai mengajarkan Elizabeth untuk
menjadi pejuang Kristus, bagaimana menghadapi musuh yang sebenarnya.
Apa yang diceritakan Elizabeth kepada
Clara membuat saya tertarik. Alex Kendrick, sang sutradara sekaligus
salah satu penulis skenario, dapat memahami dengan jelas, bahwa
ketika konseling keluarga dilakukan, yang diceritakan pasti semua
keburukan pasangannya. Demikian juga dengan apa yang disampaikan
Elizabeth kepada Clara.
Elizabeth terlalu sibuk menceritakan
kesalahan dan keburukan suaminya, serta kekesalannya kepada suaminya.
Di tengah cerita, Clara harus memotong dan mengajak memikirkan apa
yang dapat dilakukan Tuhan. Elizabeth melawan musuh yang salah
menurut Clara. Suaminya memang punya masalah, namun musuh
sesungguhnya bukan suaminya. Saat berjuang melawan suaminya, maka ia
justru akan melawan pernikahan dan keluarganya sendiri. Mengubah
suami bukanlah tanggung jawabnya, tugas istri adalah untuk
mencintainya, menghormatinya dan berdoa untuknya. Mintalah kepada
Tuhan apa yang ingin Ia lakukan dan biarkan Dia yang melakukannya.
Apakah Tuhan mengasihi suamimu,”
tanya Clara suatu hari kepada Elizabeth. “Ya, Tuhan
mengasihinya,”jawab Elizabeth. “Apakah kamu mengasihi suamimu,”
tanya Clara lagi. Elizabeth menjawab,”Ada cinta, namun sudah lama
terkubur oleh rasa frustasi.”
“Jadi, dia butuh angerah,”lanjut
Clara. Elizabeth tidak percaya suaminya pantas mendapatkan anugerah.
Tapi ketika Clara bertanya apakah ia sendiri pantas mendapatkan
anugerah? Clara pun mulai mengutip ayat Alkitab. Alkitab mengatakan
tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Karena semua orang telah
berbuat dosa, tak ada yang pantas mendapatkan anugerah. Tapi intinya
adalah Darah Yesus mengalir di kayu salib dan Dia mati untukmu,
bahkan pada saat kamu tidak pantas mendapatkannya. Dia bangkit dari
kubur menawarkan pengampunan dan keselamatan untuk semua orang yang
berbalik kepada-Nya.
Kutipan-kutipan ayat Alkitab dalam film
ini, tidak mengutip ayat-ayat tentang keluarga, meskipun cerita dalam
film ini adalah tentang konflik keluarga. Sangat menarik, ada banyak
ayat yang dikutip baik ketika Elizabeth dan Clara berdoa, atau dalam
beberapa dialog, namun semuanya bukan tentang keluarga. Sang
sutradara seolah ingin menunjukkan bahwa menyelesaikan konflik
keluarga adalah tidak selalu harus menggunakan ayat-ayat yang
berhubungan dengan keluarga, karena ayat-ayat lain dalam Alkitab
memiliki kuasa Tuhan yang sama yang mampu menyelesaikan berbagi
konflik. Itu sebabnya ada yang pernah berkata “Percuma memberikan
ayat-ayat Alkitab tentang bagaimana menjadi istri/suami yang baik
dalam sebuah konseling keluarga Kristen, karena mereka merasa sudah
tahu, sudah mengerti bahkan sudah paham”
Di film ini ditunjukkan peperangan yang
sesungguhnya adalah melawan tipu muslihat Iblis yang selalu ingin
menghancurkan keluarga Kristen. Elizabeth mulai menyadari ini ketika
mendapatkan SMS dari seseorang yang melihat suaminya sedang bersama
wanita lain. Ia tidak tahu harus berbuat apa, ia gelisah dan bingung,
namun akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada Tuhan, memohon
pertolongan Tuhan, dan bangkit untuk mulai menyatakan diri berperang
melawan Iblis. Disinilah kesadarannya akan usuh sebenarnya. Iblislah
yang ingin menghancurkan keluarganya, dan ia harus merebutnya kembali
dengan pertolongan Tuhan melalui Doa. Kekuatan terbesar menghadapi
Iblis adalah dengan Doa.
Tidak ada hal supranatural yang
ditampilkan dalam film ini, peperangan melawan Iblis untuk
menyelamatkan keluarga adalah dengan Doa. Saat menonton film ini,
saya sempat terpikir, “Maka tidak lama lagi masalah akan bisa
diselesaikan setelah ia berdoa, bukankah begitu sebuah film Kristen
ditampilkan”
Karena saya menonton di laptop saya,
saya bisa melihat durasi film ini. Baru setengah lebih sedikit, kalau
konflik selesai biasanya di akhir film, tapi ini baru setengahnya.
Lalu, cerita apa lagi sisanya? Saya mulai menebak-nebak, Oh, mungkin
mereka akan damai sebentar lalu konflik kembali. Tapi ternyata
berbeda dengan pikiran saya. Film ini justru mencoba menampilkan hal
sehari-hari yang mungkin masih terjadi pada orang yang sudah
bertobat, bahkan yang rajin beroda sekalipun.
Tony yang akhirnya menyadari
kesalahannya dan bertobat, masih harus menghadapi pergumulan.
Kehidupan Kristen yang taat, rajin berdoa, bukan berarti bebas dan
lepas dari kesulitan dan masalah. Masalah akan tetap ada, namun
kekuatan keluarga yang saling mengasihi, saling mendoakan antara
suami, istri dan anak-anak, akan memberikan kekuatan besar untuk
menghadapi musuh sesungguhnya yaitu Iblis.
Selain kisah konflik antara Elizabeth
dan Tony, saya juga tertarik dengan peran anak mereka, Danielle
(Alena Pitts). Alena Pitts mampu mengambarkan rasa kecewa seorang
anak terhadap konflik keluarganya. Ia mampu memerankan seperti
seorang anak pada umumnya. Ada rasa kecewa, namun juga tidak dapat
berbuat apa-apa dan kadang melupakannya saat bermain bersama
teman-temannya. Anak adalah korban ketika konflik keluarga terjadi.
Mereka kadang hanya bisa diam dan menangis, namun ada juga yang
menjadi pemarah. Setiap anak pasti tidak suka dengan konflik yang
terjadi pada orangtuanya, dan mereka akan bahagia ketika melihat
orangtuanya bahagia. Ini digambarkan oleh Dnielle yang senang ketika
ayah dan ibunya berpegangan tangan di dalam Gereja. Satu Doa Danielle
dikabulkan oleh Tuhan.
Kisah ini berakhir dengan akhir yang
bahagia, meskipun tetap ada masalah yang harus dihadapi oleh
Elizabeth dan Tony, namun keluarga mereka adalah keluarga yang
bahagia di dalam Tuhan, bukan di dalam kehidupan duniawi. Akhir film
di tutup dengan doa oleh Clara yang diucapkan dengan keras dan
diselingi gambar-gambar orang-orang yang berbalik kembali kepada
Tuhan, menerima Tuhan Yesus dalam kehidupan mereka, dan mereka
menjadi pejuang-pejuang Kristus yang bersandar pada Tuhan dan
memerangi musuh sesungguhnya.
Tuhan Yesus Memberkati
Comments
Post a Comment