Skip to main content

Mari Kita Lawan Covid-19

Image by Gerd Altmann from Pixabay
Hari ini tanggal 22 Maret 2020, seekitar satu minggu sejak Presiden Joko Widodo menghimbau untuk jangan keluar rumah jika tidak ada keperluan dan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah, saya melihat bagaimana cuek dan kurangnya kepedulian warga Jakarta terhadap masalah COVID-19 ini.

Sepertinya yang benar-benar menjalankan himbauan ini baru sekolahan saja. Sekolah sudah meliburkan siswanya dan belajar secara online. Perkantoran sampai saat ini saya tidak tahu, adakah yang benar-benar meliburkan diri. Meskipun sempat di katakan pemprov DKI bahwa ada sekitar 200 ribu perusahaan yang menyatakan akan bekerja dari rumah, faktanya, jalanan masih ramai saat jam kantor. Perusahaan tempat saya bekerja juga tetap masuk seperti biasa.

Karena saya harus tetap bekerja inilah, saya bisa melihat bagaimana ketidakpedulian sebagian besar warga Jakarta. Pagi hari saya berangkat kerja, saya masih melihat orangtua yang mengajak anak-anaknya berjalan-jalan pagi dan orang-orang berolahraga, semuanya tidak ada yang mengenakan masker. Pulang kerja, jalanan masih macet, dan di sekitar saya, saya masih melihat bagaimana orang-orang berkumpul, ngobrol, tertawa dengan begitu bebasnya, tanpa menggunakan masker.

Tidak mengherankan jika terakhir semalam saya mendengar korban COVID-19 sudah lebih dari 400 orang di Indonesia, dan sebagian besar adalah warga Jakarta. Pemerintah sudah mengatakan untuk tidak mengadakan pertemuan atau berkumpul, dan jika terpaksa harus berkumpul, atur jarak kurang lebih 1 meter dan kenakan masker. Siapa yang peduli?

COVID-19 di Italia sudah memakan lebih dari empat ribu korban meninggal, INGAT korban meninggal, dan yang terinfeksi COVID-19 mencapai lebih dari 53 ribu orang. Disana korban yang meninggal di kubur secara masal, tanpa dihadiri oleh keluarga. Itu terjadi karena ketidakpedulian warga disana. Pemerintah Itali sudah mengumumkan untuk tetap berada di dalam rumah, tapi banyak yang tidak peduli. Akibatnya korban berjatuhan lebih besar daripada korban di Cina, tempat asal virus ini.

Apakah Indonesia, khususnya Jakarta harus mengalami seperti yang terjadi di Italia terlebih dahulu, baru kemudian mulai mengurung diri di dalam rumah? Istri dan anak-anak saya sudah seminggu berdiam diri di rumah dan tidak keluar. Saya keluar hanya untuk bekerja dan membeli kebutuhan saja, selebihnya berada di rumah. Melihat orang-orang di sekitar rumah saya yang masih berkeliaran dan berkumpul untuk sekedar ngobrol yang tidak jelas, sangat membuat saya kesal sekali. Di wilayah saya memang belum ada yang terinfeksi COVID-19, tapi setidaknya milikilah kesadaran dan kepedulian. Juga wilayah-wilayah lainnya di Indonesia, khususnya Jakarta, milikilah kepedulian.

Kita harus turut membantu menghentikan serangan virus ini. Kita sedang melawan mahluk yang tidak kelihatan oleh mata kita. Cara untuk melawannya adalah mengurangi aktifitas kita. Terus terang saya juga kecewa dengan perusahaan yang terus buka dan tidak mau menghentikan sementara aktifitasnya dan tidak mau menjalankan kerja dari rumah. Tapi saya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Kantor saya pun masih buka dan saya tidak mungkin meliburkan diri.

Saya bersyukur Gereja saya saat ini menjalankan ibadah dari rumah secara live streaming. Tadinya, sempat mau tetap mengadakan ibadah mingguan. Jika ibadah mingguan tetap dijalankan, saya pastikan saya dan keluarga tidak akan hadir. Memiliki iman boleh saja, tapi Tuhan juga memberikan kepada kita akal pikiran. Kita sedang menghadapi mahluk tidak terlihat, yang menyebar dalam kesenyapan. Mengadakan perkumpulan akan membuatnya mudah tersebar tanpa kita sadari. Saya tidak tahu apakah masih ada Gereja-Gereja yang tetap mengadakan ibadah karena begitu yakin akan imannya. Ingat di Korea Selatan, penyebaran luas terjadi di Gereja, dan beberapa negara lain penyebaran terjadi di tempat ibadah.

Tidak mengikuti ibadah di gereja tidak akan menghancurkan iman saya, dan Tuhan Yesus yang saya sembah bukan Tuhan yang memaksakan diri harus ada ritual di tempat khusus. Tuhan yang saya sembah melihat hati manusia, bukan sekedar melihat tiangkah laku ibadah. Katakan saja iman saya tidak sebesar mereka yang memaksakan diri untuk tetap beribadah di Gereja, tapi saya tahu, Tuhan saya tetap menerima iman saya yang kecil ini.

Marilah kita bersama melawan virus ini, tdakkah kita melihat para dokter dan perawat yang bekerja keras berusaha menyelamatkan mereka yang saat ini positif COVID-19, sementara kalian yang masih terbebas dari virus ini dengan tidak pedulinya mendukung COVID-19 untuk terus menyebar.

Jangan berpikir kita masih aman dan tidak terinfeksi virus, tapi berpikirlah jangan sampai saya menjadi salah satu penyebar virus. Jangan berpikir Tuhan pasti melindungi kita, tapi biarlah Tuhan bekerja menurut kehendakNya, dan kita lakukan tugas kita untuk melindungi diri dan orang lain sambil terus memohon pertolonganNya.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati dan menjaga kita semua.

Comments