Image by James Chan from Pixabay |
Hari ini, kamis 9 April 2020. Besok adalah Jumat Agung, dimana umat Kristen memperingatinya menjelang Paskah pada hari minggunya. Tahun ini, Jumat Agung dan Paskah akan dirayakan dengan cara yang berbeda. DI tengah wabah Covid-19 yang entah kapan akan berakhir, pemerintah telah menginstruksikan untuk beribadah di rumah. Sudah beberapa minggu ini, ibadah memang saya ikuti melalui live streaming. Tidak semua orang bisa mengikuti live streaming, jadi saya bersyukur masih bisa mengikuti ibadah melalui live streaming.
Sudah dari minggu lalu, saya terpikir, bagaimana dengan Jumat Agung dan Paskah yang tidak lama lagi. Bukan masalah ibadahnya, tapi pada perayaan Paskah biasanya diadakan perjamuan kudus. Bagaimana dengan Paskah tahun ini ? Mungkinkah tetap ada perjamuan kudus dilakukan? Memikirkan hal ini, saya jadi teringat dengan perjamuan kudus-perjamuan kudus yang biasa saya ikuti di Gereja. Berkumpul bersama saudara seiman untuk mengenang kembali pengorbanan Yesus di kayu salib. Berkumpul bersama di Gereja dalam perjamuan kudus, selama ini tidak terlalu terpikirkan oleh saya mengenai kebersamaannya, biasanya yang terpikir adalah mengikuti perjamuan dengan baik dan mengingat kehadiran Yesus di bumi sebagai anak manusia yang rela mengorbankan dirinya di kayu salib.
Selama beberapa hari saya terpikir tentang ini. Covid-19 telah memutus persekutuan bersama untuk sementara waktu. Dan ternyata saya baru menyadari, betapa indahnya saat melakukan perjamuan bersama saudara seiman.
Ada kesedihan, namun ada juga penghiburan. Ketika perjamuan kudus tidak bisa dilaksanakan, dan kita hanya mendengar firman saja, itupun melalui live streaming, Tuhan juga menyadarkan saya, bahwa tata ibadah penting, namun lebih penting pengenalan akan Tuhan. Perjamuan kudus mungkin tidak dapat dilakukan, tapi itu tidak menghilangkan esensi kita untuk mengingat dan mengenang pengorbanan Yesus di kayu salib.
Momen Paskah di tengah wabah ini, mungkin menjadi teguran buat kita bahwa dari semua ibadah yaag kita lakukan, Tuhan lebih menginginkan persekutuan pribadi kita dengan-Nya. Untuk sesaat, mungkin inilah momen Tuhan mendekat pada kita secara pribadi, dan Ia pun mau kita mendekat secara pribadi pada-Nya. Lupakah tata ibadah untuk sementara waktu, lupakan momen persekutuan dengan saudara seiman untuk sementara waktu. Inilah saatnya kita merenung seorang diri di hadapan Tuhan, untuk mengingat Dia yang turun ke bumi, menjadi sama dengan kita, namun ketaatanNya kepada Bapa, dan dalam kasihnya yang begitu besar kepada kita, Ia mengorbankan diriNya untuk menebus dosa-dosa yang kita lakukan.
Perjamuan kudus adalah momen untuk mengingat Yesus Kristus, namun tanpa perjamuan pun kita masih bisa mengingatnya setiap saat, dan inilah yang lebih berharga. Ada waktu buat kita bersekutu bersama saudara seiman, tapi ada waktu Tuhan mau kita bersekutu secara pribadi bersama denganNya. Bersyukurlah, ditengah wabah, kita masih berkesempatan bersekutu denganNya.
Bersyukurlah kita yang terlahir di jaman ini, kita yang sudah mengenal siapa itu Yesus. Kita yang sudah tahu Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Kita yang dapat memuji dan memuliakan namaNya. Meskipun di tengah wabah, kita masih bisa memuliakan Dia.
Pernahkah terpikir, bagaimana jika kita terlahir di jaman Yesus? Kita melihat saat imam-imam Farisi mendakwa Yesus, kita menyaksikan bagaimana Pontius Pilatus yang penuh keraguan menghukum Yesus. Mungkinkah saat imam Farisi berteriak “Salibkan Dia!”, kita pun ikut berteriak “Salibkan Dia!, Salibkan Dia!”
Kita menjadi bagian orang-orang yang terpancing untuk ikut berteriak keras unbtuk menyalibkan Yesus. Lalu, kita mengikuti jalan penderitaan Yesus menuju Golgota. Ia memikul salibNya sendiri dan di paku di sana. Lalu, kita mendengar Ia berkata “Bapa ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
Betapa ajaib dan luar biasanya kasih seorang anak manusia yang kita benci itu. Ia tetap mengasihi kita. Tersadarkah kita akan perkataan KasihNya saat kita melihatnya langsung di kayu salib? Entahlah, mungkin kita masih tidak menyadarinya. Bahkan ketika kegelapan dan gempa bumi datang, kita hanya sibuk menyelamatkan diri sendiri.
Lalu, beberapa minggu kemudian, kitapun menyaksikan murid-muridnya mengeluarkan bahasa-bahasa yang tidak biasa. Mereka menceritakan tentang sosok Yesus yang beberapa waktu lalu, kita meneriakkan “Salibkan Dia!”, tapi kini kita tertegun, ada aliran kasih hadir dalam diri kita. Dia yang telah kita salibkan, memang sungguh-sungguh mengampuni kita. Kita mulai menyadari bahwa selama ini kita memang tidak tahu apa yang kita perbuat terhadap anak manusia yang sesungguhnya adalah Mesias yang kita nantikan. Mungkinkah airmata kita mengalir saat mendengar pemberitaan KasihNya ini, dan bersyukur bahwa kini kita menjadi bagian orang-orang yang percaya kepadaNya.
Kapanpun dan dimanapun kita dilahirkan, KasihNya tetap sempurna menyelamatkan orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihiNya. Derita Salib adalah Kasih terbesarNya.
Selamat Paskah, Tuhan Yesus Memberkati.
Comments
Post a Comment