Image source : http://frompond.blogspot.com |
Aku kagum melihat gedung-gedung gereja
di hias dengan begitu indah. Aku kagum melihat orang-orang yang
begitu sibuk membuat dekorasi gereja untuk Natal. Aku kagum melihat
orang-orang yang sibuk berlatih mempersiapkan lagu-lagu pujian Natal.
Aku kagum melihat orang-orang yang tampak serius berlatih drama
Natal. Aku kagum melihat orangtua yang sibuk mempersiapkan hadiah
Natal untuk anak-anak mereka. Aku kagum, namun aku tidak memujanya.
Ketika hari perayaan natal tiba, aku
tidak duduk di tempat paling depan, tapi lebih dekat ke belakang.
Bukan bermaksud agar lebih cepat keluar ketika acara natal telah
selesai, bukan juga bermaksud agar bisa melihat lebih luas keindahan
gedung perayaan natal, namun hanya sekedar mencari tempat yang nyaman
untuk duduk.
Gedung yang semula biasa saja, dihias
dengan pohon natal yang tinggi menjulang. Dilengkapi lampu-lampu yang
kerlap-kerlip dan terkadang menyilaukan mata. Sebuah bangunan kecil
seperti kandang domba terletak di atas panggung untuk menggambarkan
tempat kelahiran Yesus, ditambah dengan boneka seorang laki-laki dan
perempuan serta bayi mungil didalamnya, lengkap dengan beberapa ekor
domba.
Natal, semua tampak bersukacita,
menyambut kelahiran Yesus Kristus yang telah terjadi lebih dari 2000
tahun yang lalu. Aku melihat orang-orang yang hadir dengan pakaian
yang indah dan tampak rapi sekali, berbeda dengan ibadah setiap
minggunya. Semua tampak tersenyum, bersukacita, bukankah kita
mengingat dan menyambut kelahiran Tuhan Yesus kedunia?
Nyanyian pujian dikumandangkan dengan
sukacita, seolah menunjukkan betapa setiap orang yang hadir begitu
berbahagia dengan bayi yang baru dilahirkan ini. Ia yang dipersiapkan
yang akan tumbuh menjadi penyelamat dan penebus dosa manusia.
Semua tampak begitu meriah, begitu
mewah, begitu bersukacita. Kilatan-kilatan lampu para fotografer yang
sibuk mengabadikan momen indah ini, turut menghiasi pancaran-pancaran
cahaya yang telah ada.
Kotbah dimulai dengan sukacita,
kisah-kisah kelahiran Yesus kembali diceritakan. Ia yang lahir di
kandang domba, dalam palungan, bukan sebuah tempat yang layak untuk
ditempati apalagi sebagai tempat melahirkan. Namun Ia hadir, dengan
meninggalkan segala kemegahannya, demi manusia yang berdosa. Ia
terlahir bukan di istana yang megah, bukan ditengah-tengah bangsa
Israel yang begitu menanti-nantikan sang Mesias. Tidak ada orang yang
tahu saat kelahirannya. Jika malaikat-malaikat tidak menampakkan diri
kepada para gembala, mungkin tidak ada yang menghadiri kelahirannya.
Aku selalu suka mengenang kelahirannya
yang sederhana itu saat menjelang natal. Aku selalu teringat
kehadirannya yang begitu sepi, yang hanya diketahui oleh malaikat dan
gembala. Ada sukacita namun tidak ada yang istimewa.
Lalu aku kembali tertegun seperti
tahun-tahun sebelumnya ketika natal. Hiasan yang indah, pohon natal
yang megah, lampu-lampu yang menyilaukan, lagu-lagu pujian yang
menggema, drama-drama natal yang diakhiri dengan gembira, dan semua
kemewahan lainnya, apakah gunanya semua itu?
Bayi itu lahir dengan tanpa daya di
sebuah tempat yang tidak layak, hanya dihadiri beberapa gembala, dan
para malaikat yang menyanyikan sebuah lagu agung yang singkat saja,
adakah orang-orang yang sungguh-sungguh ingat dengan peristiwa ini?
Mereka tidak mengalaminya, hanya
mendengar dan membaca kisah dalam kitab suci, namun mereka
bersukacita, itu sebabnya mereka mengenang kembali kelahirannya
dengan kemewahan. Namun entah mengapa, aku lebih suka mengenangnya
dengan kesederhanaan.
Aku menyukai kehadirannya dipalungan,
bukan di istana yang megah, bukan ditengah-tengah bangsa Israel yang
mengharapkan Mesias. Mungkin jika Ia hadir ditempat-tempat seperti
ini, Ia memang layak dirayakan dengan kemeriahan dan kemewahan. Tapi
aku suka mengenang kehadirannya yang sederhana itu.
Ia tidak perlu hadir di tempat yang
megah, karena ia dipersiapkan untuk mencari yang terhilang dan
terbuang. Ia tidak perlu kemewahan, karena ia ingin bersama mereka
yang tidak berdaya. Ia hadir bukan mencari pujian, bukan untuk
melihat sukacita manusia, namun untuk mencari mereka yang menangis
dan terluka.
Ia lahir karena Ia akan menderita dan
di siksa. Ia akan disiksa dan di dera oleh orang-orang yang memiliki
kemewahan. Ia dihina oleh orang-orang yang mengaku mengharapkannya.
Itu sebabnya segala kemewahan dan kehadiran di tengah kerumunan orang
yang menantikannya, tidak ada gunanya bagiNya.
Banyak yang memuji-muji gedung-gedung
perayaan natal yang megah, banyak yang bangga ketika berfoto di
sebuah pohon natal yang indah. Banyak yang merasa berbahagia dan
bersukacita karena bisa merayakan natal dengan bergembira. Namun,
masih adakah makna natal dalam hati mereka? Atau hanya sekedar
kegembiraan sesaat?
Ijinkan aku Tuhan untuk lebih menikmati
mengenang kelahiranMu dengan airmataku, karena Engkau datang untuk
aku yang berdosa, dan Engkau mempersiapkan diriMu untuk mengampuni
diriku di kayu salib. Natal itu indah dan bermakna hanya ketika aku
tahu Engkau terlahir dan selalu hadir dihatiku. Terima kasih Yesus.
Comments
Post a Comment