Skip to main content

Malapetaka – Kutuk atau Salib?



Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi jangan seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Kau kehendaki.” (Mat 26 : 39)

Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya :”Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!” (Mat 26 : 42)


Memasuki tahun 2009, bukan hal aneh lagi jika saat ini kita mendengar atau menyaksikan di layar televisi, surat kabar, Internet, bahkan di lingkungan sekitar kita mengenai “ramalan masa depan”. Mama Lauren, salah satu sosok peramal yang sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang, seperti sudah nara sumber ketika memasuki tahun baru. Informasi apakah yang diberikan oleh seorang peramal seperti Mama Lauren? Pasti ada hal-hal yang tampak menyenangkan, tetapi juga pasti ada malapetaka yang disampaikannya, dan manusia cenderung lebih terjadi pada malapetaka tersebut.

Mengapa di jaman sekarang ini ketika memasuki tahun baru penuh dengan ramalan? Jawabannya tidak lain karena kekuatiran manusia. Hari demi hari manusia merasa kuatir menjalani hidup, takut dalam menjalani masa depan. Akibatnya, peramal menjadi laris pada saat menjelang akhir tahun. Tidak peduli dari kalangan manapun, banyak orang yang percaya dengan yang namanya ramalan, tidak peduli itu yang benar-benar percaya atau yang hanya mengatakan “percaya tidak percaya”. Banyak orang berpikir dengan mengetahui masa depan, khususnya untuk hal-hal buruk atau malapetaka yang mungkin terjadi, mereka bisa bersiap-siap atau mencoba menghindari malapetaka tersebut.

Haruskah malapetaka dihindari? Sebagai manusia kita semua pasti tidak mau jatuh dalam suatu malapetaka. Sebisa mungkin manusia menghindari malapetaka. Lalu, bagaimana jika itu tetap terjadi? Ada orang-orang percaya yang mengatakan bahwa ketika seseorang mengalami malapetaka, itu berarti orang tersebut sedang dihukum Tuhan karena habis melakukan dosa atau karena kurang beriman. Tidak jarang seorang “Hamba Tuhan” sendiri yang mengatakan bahwa orang-orang yang percaya pada Yesus pasti dilindungi dari malapetaka, dipelihara dan pasti diberikan kelimpahan materi.

Salahkah ketika malapetaka terjadi pada diri kita? Kita ambil contoh saja langsung dari Yesus sendiri. Hidupnya tidak lama di dunia ini, hanya sekitar 33 tahun. KematianNya pun sangat mengenaskan. Ia harus menanggung hukuman cambuk, memikul salib sambil menyusuri jalan-jalan menuju ke Kalvari dan kemudian disalibkan.

Apakah Yesus tidak mengetahui malapetaka yang akan terjadi pada diriNya? Saya kira semua orang yang percaya Yesus sudah mengetahui bahwa dari sejak Ia akan memasuki Yerusalem, Ia sudah tahu bahwa Ia harus menanggung penderitaan. Pada perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan dalam pengajaranNya, Yesus juga beberapa memberikan perumpamaan tentang kematianNya. Bahkan Yesus berdoa kepada Bapa sampai mengeluarkan keringat darah, karena Ia tahu Ia harus menanggung penderitaan yang sangat berat yang akan terjadi di masa depanNya.

Menghindarkah Yesus? Dari sejak semula Yesus sudah mengetahui malapetaka yang akan terjadi di masa depanNya. Tetapi Ia tetap mau menanggungnya, karena Ia tahu Ia sedang melakukan kehendak Bapa dan karena kasihNya kepada kita, manusia yang berdosa.

Manusia cenderung menyamakan malapetaka dengan kutuk sehingga berusaha menghindarinya dengan mati-matian. Sadarkah kita, ketika kita menganggap malapetaka sebagai sebuah kutukan, itu berarti kita sendiri mengakui bahwa Yesus mati dikayu salib karena kutukan.

Sebagai anak Tuhan mestinya kita dapat menyingkapi malapetaka sebagai salib, bukan kutukan karena dosa atau karena kurang beriman. Dosa memang harusnya mendapat hukuman, tetapi Yesus sudah menebus kita di kayu salib sehingga kita dibawa dalam keselamatan menuju kehidupan kekal.

Jadikan malapetaka sebagai suatu bagian dalam hidup ini yang memang harus kita lalui. Menghindar dari malapetaka yang sudah ditetapkan Tuhan untuk terjadi pada diri kita bukanlah sebuah jalan kebenaran, tapi itu akan menjadi batu sandungan dan kita masuk ke dalam jerat Iblis yang ingin menjauhkan kita dari Tuhan.

Kehidupan yang tanpa diisi dengan masalah/malapetaka adalah kehidupan yang mati. Kehidupan yang sesekali diisi dengan masalah/malapetaka adalah kehidupan yang indah. Sebuah lukisan atau foto akan terlihat bagus kalau komposisi terang dan gelapnya harmonis. Pada awalnya, mungkin kita bingung ketika seorang pelukis atau fotografer membuat warna-warna terang dan gelap untuk obyeknya, tetapi hasil akhirnya dapat kita lihat betapa indahnya lukisan/foto yang memilki warna terang dan gelap. Bayangkan kalau hanya warna-warna terang saja yang digunakan, lukisan atau foto tersebut akan menjadi tidak punya karakter/tidak hidup.

Hidup kita sebagai anak-anak Tuhan juga seharusnya diwarnai dengan warna-warna terang dan gelap yang harmonis. Setelah selesai (mencapai akhir hidup kita), orang baru bisa melihat dengan jelas, betapa indahnya “lukisan” yang Tuhan goreskan di atas kanvas kehidupan kita.

Menolak menjalani malapetaka yang ditetapkan oleh Tuhan untuk kita, atau marah kepada Tuhan ketika mengalami malapetaka tersebut itu berarti kita sedang melawan Tuhan dan Iblis akan bersorak girang. Tidak perlu kita mencari tahu dari para peramal tentang malapetaka yang akan terjadi di masa depan kita. Bertanya kepada peramal saja sudah merupakan hal yang dibenci Tuhan, apalagi mempercayainya. Seakurat apapun ramalan para peramal, mereka hanya memperlihatkan bagian kulitnya saja, inilah yang dirancang oleh Iblis. Sedangkan Tuhan sudah merancangkan kita hingga akhir dimana Ia menyempurnakan kita pada akhirnya untuk hidup dalam sukacita bersama denganNya dalam kekekalan.

Artikel ini di tulis dengan mengambil sumber dari :

- Bible bahasa Indonesia terbitan LAI
- Care Group Lenong Parousia tanggal 11 Januari 2009
- Informasi tambahan dari Bam

Demikian semoga menjadi berkat.

Comments